Pada usia 16 tahun, ketika kebanyakan siswa SMA sedang mempertimbangkan universitas mana yang akan mereka pilih, Zhang Xinyang telah mencapai prestasi luar biasa dengan menjadi lulusan PhD termuda di Tiongkok. Namun, kisahnya tidak berakhir dengan pujian dan kekaguman.
Zhang Xinyang mendaftar di Universitas Teknologi dan Pendidikan Tianjin pada tahun 2005 dan dengan cepat dikenal sebagai mahasiswa termuda di Tiongkok pada usia 10 tahun. Ia dijuluki “anak ajaib,” “bocah jenius,” dan “anak istimewa.” Namun, popularitasnya segera tercoreng.
Sebulan setelah memulai semester pertamanya sebagai mahasiswa PhD di Universitas Aeronautika dan Astronautika Beijing (BUAA), Zhang mendapat sorotan negatif karena beberapa komentar kontroversial yang dia unggah di Weibo. Dia mengkritik pekerja “kerah putih” yang menurutnya tidak memberikan kontribusi apa-apa kepada Beijing.
baca Juga Film “Jomblo Fi Sabilillah” Tayang Perdana pada 14 September 2023 di Bioskop
Saat bersamaan, dalam sebuah wawancara televisi, Zhang menyatakan bahwa orang tuanya harus membelikan apartemen di Beijing agar dia tidak menjadi seorang gelandangan. Pernyataan ini memicu reaksi beragam dan kritik di media sosial.
Meskipun banyak yang menganggap Zhang sebagai anak yang manja dan terlalu percaya diri, perjalanan hidupnya sebenarnya tidak sepenuhnya ditentukan oleh dirinya sendiri.
Zhang lahir dalam keluarga Tionghoa biasa di Panjin, Provinsi Liaoning, Tiongkok timur laut, pada tanggal 8 Juli. Sejak usia dua setengah tahun, dia mampu menguasai lebih dari seribu karakter Mandarin dalam waktu tiga bulan dan memulai sekolah dasar pada usia empat tahun. Ayahnya, seorang mahasiswa generasi pertama program MBA di Universitas Renmin, mengorbankan peluang pendidikannya untuk memastikan Zhang mendapatkan pendidikan terbaik.
Baca Juga : Peluncuran Layanan Selancar PAK Pendidikan Tinggi Kemendikbud
Dengan bimbingan ayahnya di rumah, Zhang melompati tiga tingkat kelas dan mencapai kelas lima sekolah dasar pada usia enam tahun. Pada usia sembilan tahun, dia langsung masuk ke kelas tiga sekolah menengah atas.
Namun, tindakan Zhang yang memaksa orang tuanya untuk membelikan apartemen di Beijing sebagai syarat menyelesaikan gelar doktornya mengundang kontroversi. Ini menciptakan kesan bahwa dia bersikap sombong dan manipulatif.
Seiring berjalannya waktu, Zhang menyadari bahwa orang tuanya telah mendorongnya ke jalur yang dia mungkin tidak sepenuhnya inginkan. Namun, sudah terlambat untuk mengubah apa yang telah terjadi. Meskipun pernah berselisih dengan ayahnya, Zhang memilih untuk memahami dan menerima dukungan yang telah diberikan kepadanya.
Saat ini, Zhang Xinyang telah menjadi pengangguran dan menjadi beban bagi orang tuanya. Kisahnya adalah sebuah peringatan bahwa keberhasilan yang diperoleh dalam usia muda tidak selalu menjamin masa depan yang sukses.